Jumat, 30 Mei 2014

Peran Psikologi Sosial Dalam Kehidupan Multi Etnis di Indonesia



Indonesia adalah negara yang besar dan memiliki keberagaman sosial yang tinggi. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui jumlah suku di Indonesia yang menyebar di seluruh kawasan nusantara. Keberagaman sosial dalam masyarakat Indonesia menghasilkan pola – pola perilaku serta budaya yang beragam pula. Keberagaman sosial  tersebut harus dipertahankan dalam rangka menjaga dasar identitas diri dan integrasi sosial. Keberagaman dalam masyarakat Indonesia, seharusnya menjadi suatu identitas bagi seluruh rakyat Indonesia dan menjadi semangat dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan. Namun pada kenyataanya,keberagaman tersebut malah menjadikan perpecahan antara kelompok tertentu. Hal ini disebabkan karena egoisme kelompok serta permasalahan silang budaya yang tidak terjembatani dengan baik.
 Keberagaman dalam masyarakat Indonesia  Proses penjembatanan bagi persilangan budaya dapat diawali dengan pengenalan ciri khas budaya tertentu, terutama psikologi masyarakat yaitu pemahaman pola perilaku masyarakatnya. Peran media massa dan sosial media yang kini berkembang di masyarakat juga dapat ikut ambil bagian dengan melakukan sensor secara substantif dan distributif, sehingga dapat menampilkan informasi apresiatif tehadap budaya masyarakat lain.
Masih tak lekang dalam ingatan kita, beberapa tahun lalu, beberapa tahun lalu telah terjadi kerusuhan antar – etnis di Ambon, Sampit, dan juga Poso. Selain itu, ada juga kasus lain yang sempat menggemparkan masyarakat Indonesia yaitu kasus unjuk rasa yang menuntut pembangunan Provinsi Tapanuli yang berujung dengan meninggalnya ketua DPRD Sumatera Utara.
Pada dasarnya seluruh permasalahan sosial yang dihadapi bangsa Indonesia, dapat diatasi melalui peran dari psikologi sosial. Adapun beberapa teori yang dapat digunakan psikolog sosial dalam mengatasi permasalahan dalam masyarakat Indonesia, seperti Intergroup Theory, Peace Theory, Culture Psychology dan Community Psychology. Hanya saja, pada kenyataannya inti dari teori – teori tersebut belum melekat dalam diri dan kehidupan masyarakat Indonesia.
 
            Melalui teori identitas sosial, kita dapat melihat bahwa individu cenderung untuk mencari identitas sosial yang positif dan meningkatkan identitas kelompoknya untuk membedakan diri dengan kelompok lain. Etnosentrisme melihat Bahwa hubungan antar kelompok umumnya terjadi karena kecendrungan kelompok memandang dirinya sebagai pusat dari segalanya, sehingga terjadi In group favoritism dan berekembangnya stereotype tertentu terhadap kelompok lain.
            Budaya etnosentrisme inilah yang memang telah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia. Perasaan senasib dan seperjuangan memang menjadikan budaya etnosentrisme semakin kuat. Masyarakat Indonesia, dirasa belum mampu mentoleransi perbedaan dan keberagaman yang ada di sekitar mereka.
            Peran psikolog sosial di Indonesia memang dirasa belum efektif. Hal ini dikarenakan sulitnya sosisalisasi serta keterlambatan psikolog sosial di seluruh bagian nusantara dalam mencium masalah – masalah yang sedang berkembang dan memanas di masyarakat. Memang tak adil rasanya, jika kita hanya membebankan kesalahan tersebut kepada psikolog sosial. Kita sebagai masyarakat Indonesia juga seharusnya memahami perbedaan yang ada di antara kita dan meningkatkan rasa toleransi serta kontrol diri agar tidak terjebak dalam etnosentrisme.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia belum mampu mengatasi serta mentoleransi segala perbedaan yang timbul dalam masyarakat. Peran psikolog sosial juga dirasa belum efektif dikarenakan kurangnya dukungan dari media massa serta masyarakat dalam mencegah konflik yang ada. (Hernando)

Rabu, 28 Mei 2014

Perang Politik JOKOWI dan PRABOWO



Menjelang datangnya pesta demokrasi yang tinggal 2 bulan lagi, telah terdaftar 2 pasang calon presiden dan wakil presiden . Jokowi –Jusuf Kalla (JK), dan Prabowo – Hatta Rajasa adalah dua pasang calon presiden dan wakil presiden yang siap bertarung dalam memperebutkan posisi utama di Republik Indonesia. Visi – misi, janji politik dan citra baik dari setiap calon telah dipersiapkan sebagai amunisi dalam memenangkan pertarungan politik di 2014 ini. Seketika wajah ibukota dan kota – kota besar menjadi berubah. Bendera partai, poster, reklame, sticker menghiasi lingkungan di sekitar kita. Iklan televisi dan di radio yang menyuarakan perubahan dan janji politik dari masing – masing calon, bermunculan seakan tak kenal lelah.
Jokowi dan Jusuf Kalla (JK), merupakan calon presiden dan wakil presiden yang cukup di idolakan oleh masyarakat. Jokowi yang memiliki rapor baik dalam kiprahnya di dunia politik ketika memimpin Solo dan Jakarta, menjadi calon presiden yang saat ini sangat digemari. Sedangkan wakilnya JK, adalah seorang mantan politikus golkar, yang kini mengikuti kiprah Jokowi dalam membangun Indonesia. Jusuf Kalla juga memiliki rapor baik dalam pemerintahan ketika menjabat sebagai wakil presiden di era pemerintahan SBY jilid 1.
Di kubu lain, Prabowo dan Hatta Rajasa yang memiliki dukungan besar sebagai calon presiden dan wakil presiden 2014, memiliki keyakinan penuh untuk dapat memengangkan pertarungan dan mengalahkan popularitas Jokowi sebagai calon presiden. Prabowo yang merupakan mantan petinggi TNI, dianggap memiliki kemampuan dan ketegasan yang dapat membawa perubahan baik bagi Indonesia. Di sisi lain, Hatta Rajasa juga memiliki karir bagus di bidang politik. Beliau sempat menjabat sebagai menteri perhubungan di era pemerintahan SBY jilid 1 dan beliau juga merupakan orang kepercayaan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Di balik kebaikan dan keunggulan dari kedua belah pihak, terselip juga rumor dan kasus – kasus yang menyandung para calon pemimpin bangsa tersebut. Dalam masa Pemilu ini, terselip juga berbagai aksi kampanye hitam dari simpatisan ataupun kandidat dari kedua belah pihak. Serangan berupa cekalan akan ketidak islaman Jokowi, menjadi topik yang sedang hangat dibicarakan media saat ini. Selain itu, terdapat juga serangan dari simpatisan Jokowi yang mengungkit kembali mengenai kasus pelanggaran HAM yang menjerat Prabowo ketika di era Orde Baru, serta kasus penabrakan yang dilakukan oleh anak dari Hatta Rajasa yang kasusnya tiba – tiba hilang dan tidak dikenakan hukuman pidana. Serangan dari Prabowo juga sempat terjadi di beberapa pidato kampanye-nya. Sedangkan di pihak Jokowi bersikap santai dalam menghadapi pemberitaan yang ada , namun Jusuf Kalla yang bertindak sebagai calon wakil, lebih bersikap membantah dan menetralkan serangan yang diberikan kepada pihaknya.
Jika kita memandang serangan dari simpatisan Prabowo – Hatta dalam menjatuhkan citra Jokowi dengan menyerang agama yang di anut oleh Jokowi, memang sangatlah tidak masuk akal. Hal ini sesuai dengan teori sosiologi yaitu conflict theory. Yang mana, pihak prabowo melakukan pembenaran akan sesuatu yang salah dan dianggap tidak masuk akal, untuk melindungi kepentingan dirinya. Pada kasus ini, pembenaran terjadi pada keyakinan sang simpatisan dan pihak Prabowo akan persyaratan memeluk agama Islam untuk menjadi pemimpin di Republik Indonesia. Hal ini tentu tidak masuk akal karena Indonesia adalah negara Demokrasi yang mengakui keberadaan 6 agama yaitu Islam, Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, Kong Hu Chu.  Walaupun mayoritas agama didominasi kaum muslim, serangan politik dengan membawa konteks agama, tetaplah tidak dapat diterima dalam konteks negara demokrasi yang mengakui keberadaan 6 agama.
Perang Politik 2014 memang semakin panas. Bakal calon pemimpin bangsa juga makin memperkuat dukungan. Entah Jokowi – JK ataupun Prabowo – Hatta yang berhasil memenangkan perang politik 2014, kita tak pernah tahu. Yang pasti kita adalah penentu akan nasib bangsa kita di 5 tahun kedepan. Suara anda dan suara saya adalah penentu bagi nasib kita. Dengan membaca artikel ini, semoga dapat semakin membuka wawasan berpikir politik anda dan saya, untuk tidak mudah terprovokasi oleh kampanye hitam dari kedua calon. Tetaplah berpegang pada pilihan politik anda dan bukalah diri anda untuk dapat mentoleransi segala keberagaman yang ada di Indonesia. Janganlah jadikan perbedaan agama, ras, budaya, warna kulit, sebagai penghalang untuk kita menempuh Indonesia yang lebih baik. (Hernando)