![]() |
Sumber gambar: www.merdeka.com |
Sejak
hari rabu lalu, tepatnya tanggal 5/3/2014 kita telah digemparkan oleh penemuan
sesosok mayat Perempuan yang kira – kira berusia 18 tahun. Jenazah perempuan
tersebut ditemukan di pinggir jalan Tol Bintara Cikunir, Kilometer 41, Bekasi,
pada pukul 06.30 WIB. Jenazah perempuan tersebut dapat dengan mudah di
identifikasi melalui E-KTP yang ditemukan dari dompet korban yang dibuang beberapa
meter dari tempat kejadian perkara.
Jenazah
Perempuan tersebut di identifikasi sebagai Ade Sara. Jenazah tersebut diduga sebagai korban
pembunuhan. Hal ini teridentifikasi melalui luka bekas pukulan serta cekikan
pada tubuh korban. Korban yang tergeletak di pinggir tol tersebut, ditemukan
saat masih menggunakan gelang tiket dari salah satu acara musik yang sedang booming yaitu Java Jazz. Diduga pelaku pembunuhan adalah mantan pacar korban
beserta pacar pelaku. Hal ini dapat teridentifikasi dari luka gigitan yang
ditemukan di tangan (Hafitd, 19 tahun), ketika sedang melayat jenazah korban di
RSCM.
Pelaku
pembunuhan (Hafitd) langsung diringkus setelah usai melayat jenazah korban dan kekasihnya
(Assyifah, 19 tahun) diringkus setelahnya di Universitas Bunda Mulia. Kedua
pelaku membunuh korban dengan menyumbat mulut korban dengan kertas koran serta
menyetrum korban sekitar 3 menit dengan alat penyetrum hingga pingsan. Setelah
Pingsan, kedua pelaku mencekik dan memukul korban hingga akhirnya meninggal. Bahkan, setelah berita kematian
korban tersebar luas, kedua pelaku masih sempat berkicau di twitter dan
mengucapkan rasa bela sungkawa kepada korban. Assyifah, yang merupakan salah
satu pelaku juga sempat berencana untuk melayat jenazah korban sebelum
disemayamkan. Meski memiliki tujuan yang sama, kedua pelaku memiliki motif yang
berbeda. Motif Hafitd dalam membunuh mantan kekasihnya, dikarenakan rasa sakit
hati akan sikap korban yang tidak mau menemuinya serta berkomunikasi lagi
dengan Hafitd. Sedangkan Assyifah, membunuh Ade Sara lantaran cemburu dan takut
Hafitd kembali dengan mantan kekasihnya.
Jika
dilihat melalui sudut pandang Psikologi, kasus pembunuhan yang menimpa Ade Sara
merupakan salah satu bentuk Agresi yang muncul pada diri kedua pelaku. Hal ini
sesuai dengan Teori Frustasi-Agresi Klasik yang menyebutkan bahwa agresi
merupakan pelampiasan dari perasaan frustrasi. Sesuai teori ini, kita dapat
mengidentifikasi akan rasa frustasi kedua pelaku melalui motif pembunuhan
mereka. Hafitd, merasa frustasi akan rasa cintanya yang mengalami penolakan
oleh Ade Sara, sedangkan Assyifah, merasa frustasi akan (Anxiety) kecemasan ditinggal oleh Hafitd. Teori lain yang juga
sesuai adalah mengenai (Shadow). Shadow merupakan sikap agresif seperti
hewan yang tersembunyi di balik diri setiap manusia. Pengendalian Shadow, dapat dilakukan oleh superego yang mengandung banyak nilai
moral dan norma – norma sosial. Hal ini dikarenakan Shadow adalah salah satu bentuk dari Id yang selalu ingin
dipuaskan.
Fenomena lainnya yang terdapat di dalam kasus
pembunuhan Ade Sara adalah fenomena Pelaku yang ikut melayat dan mengeluarkan
statement ikut berbela sungkawa di akun Twitter dan Path. Menurut sudut pandang
psikologi, Fenomena melayat dan kicauan bela sungkawa di akun Twitter serta
Path menjadi salah satu bentuk dari mekanisme pertahanan diri (Defence
Mechanism). Defence mechanism yang digunakan dalam hal ini adalah Rasionalisasi. Arti dari Rasionalisasi adalah Ego, mengganti motif
yang kurang dapat diterima dengan yang dapat diterima. Hal ini terlihat dari
sikap kedua pelaku yang mengganti perasaan bersalah dan ketidak nyamanan mereka
dengan ikut serta melayat dan meng-update pesan bela sungkawa.Jika kita pikir dengan
akal sehat, apabila kedua pelaku tidak melakukan prosesi melayat dan meng –
update perasaan bela sungkawa seperti teman – teman lainnya, tentu mereka
berdua akan lebih mudah dicurigai sebagai tersangka.
Fenomena
lain yang tak kalah menarik yang muncul pada pemberitaan ini adalah hujatan
dari masyarakat sekitar dan teman – teman mereka di sosial media. Sebagian
besar dari kometar mereka berisi hujatan dan labeling berupa (Psychopat). Hal ini memang seharusnya tidak
dilakukan, karena dapat merenggut sisi kemanusiaan seseorang. Secara tidak
langsung, masyarakat yang memberikan label kepada kedua pelaku telah memandang
mereka layaknya bukan manusia. Hal ini seharusnya bisa dihindari karena dapat
melanggar hak asasi manusia. Walaupun hukuman pidana telah diberikan, tak bisa
dipungkiri bahwa hukuman sosial dari masyarakat dalam bentuk yang lainpun akan
tetap diterima kedua pelaku. (Hernando)
Sumber : http://megapolitan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar