![]() |
Sumber : Print.Kompas.com |
“Kamu
adalah seperti apa yang kamu pikirkan” mungkin ini adalah sebuah kutipan yang
mampu menggambarkan perjalanan hidup dari Ado Bintoro. Ya, beliau merupakan
seorang penyandang cacat yang mengalami kelumpuhan sejak kecil akibat virus
polio yang menggerogoti tubuhnya. Namun di tenghah keterbatasan-nya itu,m
beliau mampu menulis sebuah buku berjudul “Menggambar
Romo Mangun dari Samping Kanan” Beliau terlahir dalam sebuah keluarga yang
sederhana di kota Magelang, Jawa Tengah.
Akibat cacat yang dideritanya, lelaki yang akrab dipanggil Bintoro ini
sempat menghabiskan 8 tahun masa hidupnya hanya dengan tergulai di kasur serta
mendapatkan perawatan dari kedua orang tuannya.
Pada
suatu ketika, beliau mendapatkan sebuah jawaban dari segala permohonannya
kepada Tuhan untuk bisa berjalan. Di usia beliau yang hampir menginjak 9 tahun,
rumah Bintoro kedatangan seorang biarawan asal Belanda yang tinggal di
Ambarawa, Jawa Tengah. Melihat kondisi Bintoro, sang biarawan membawa Bintoro
ke rumah sakit di kota Solo. Melalui sang biarawan tersebut, Bintoro dapat
menjalani operasi kaki hingga 6 kali. Semua biaya yang harus dikeluarkan untuk
menjalankan operasi, ditanggung sepenuhnya oleh sang biarawan. Dua tahun
setelah menjalani operasi, akhirnya Bintoro dapat mulai berjalan dengan
menggunakan tongkat.
Setelah
mampu berjalan menggunakan tongkat, Bintoro memutuskan untuk menetap sementara
di kota solo. Beliau menjalani pendidikan di Rehabilitasi Penderita Cacat
Tubuh, Solo. Pendidikan yang ditawarkan dari rehabilitasi ini adalah pendidikan
yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kekurangan bagi para penyandang cacat.
Lulusan dari Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh, Solo disetarakan dengan
lulusan dari sekolah dasar.
Ado
Bintoro, tinggal di tempat rehabilitasi hingga usia 17 tahun. Seharusnya,
beliau tidak diperbolehkan tinggal disana pada usia 17 tahun dikarenakan pada
usia tersebut merupakan usia mandiri. Namun beliau tak kehabisan akal, beliau
menghabiska waktu dari pagi hari hingga sore hari di terminal untuk nongkrong
sebelum akhirnya kembali menyelinap di malam hari ke dalam tempat rehabilitasi.
Kehidupan keras di terminal membentuk kepribadian beliau menjadi keras pula.
Beliau menjadi tidak menghargai kehidupan nya dan selalu nekat dalam menghadapi
tantangan hidup. Hal ini membuat beliau disegani di terminal dan dapat
memperoleh makanan dengan mudah di terminal.
Kehidupan
keras di terminal tak lantas membuat hidup Bintoro menjadi selalu buruk. Beliau
menemukan dua orang malaikat yang mengubah cara pikir beliau. Beliau bertemu
dengan Bapak Abidin dan istrinya. Kedua orang tersebut menasihati Bintoro untuk
meninggalkan kehidupan terminal dan menawarkan modal untuk menjual rokok.
Nasihat kedua orang tersebut, benar – benar masuk ke dalam hati Bintoro.
Akhirnya Bintoro memutuskan kembali kerumah orangtuanya yang telah pindah ke
kota Yogyakarta. Setelah sampai di kota Yogya, beliau bertemu dengan Romo
Mangun.
Romo
Mangun adalah sosok yang sangat menginspirasi Ado Bintoro. Saat pertama kali
bertemu dengan Romo Mangung, beliau menanyakan kepada Bintoro mengenai
kemampuan yang dimilikinya sebagai modal
untuk bekerja. Bintoro yang merupakan penyandang cacat, saat itu sangatlah
tersinggung dengan pertanyaan itu. Ternyata Romo Mangun memang selalu
menanyakan hal seperti itu untuk menguji ketabahan dan semangat seseorang.
Akhirnya beliau diterima bekerja sebagai karyawan Dinamika Edukasi Dasar(DED)
oleh Romo Mangun dan tinggal di rumah Romo Mangun selam 2 tahun.
Sejak
bekerja di DED, Ado Bintoro mendapatkan pergaulan yang lebih positif. Beliau
bertemu dengan beberapa orang yang mulai mengubah kepribadiannya menjadi lebih
baik. Untuk bekerja di DED, beliau harus berjuang menempuh jarak 5 KM dari
rumahnya. Namun ketabahan dan tekat bulat yang ditanamkan beliau untuk mengabdi
pada DED, khususnya pada Romo Mangun telah mengalahkan segalanya. DED telah
menawarkan pemberian atas sebuah motor roda tiga untuk beliau, namun hal itu
ditolak beliau. Beliau memilih untuk tetap menaiki kursi roda kesayanganya.
Melalui semangat dan dukungan dari rekan di DED, beliau akhirnya sukses menulis
sebuah buku berjudul “Menggambar Romo Mangun dari Sisi Kanan” yang terbit di
tahun 2012. Melalui buku ini, kita dapat menapak kilas kisah hidup beliau
secara lebih detil dan dapat lebih banyak belajar mengenai semangat hidup. Buku
yang benar – benar menginspirasi banyak orang untuk tetap semangat dalam
menjalani hidup dan selalu berpikir positif dalam hidup ini. (Hernando)
Sumber : Kompas, Sabtu,8 Februari 2014.hal 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar