Sabtu, 22 Maret 2014

Lewati Batas "Ado Bintoro"


Sumber : Print.Kompas.com
   “Kamu adalah seperti apa yang kamu pikirkan” mungkin ini adalah sebuah kutipan yang mampu menggambarkan perjalanan hidup dari Ado Bintoro. Ya, beliau merupakan seorang penyandang cacat yang mengalami kelumpuhan sejak kecil akibat virus polio yang menggerogoti tubuhnya. Namun di tenghah keterbatasan-nya itu,m beliau mampu menulis sebuah buku berjudul “Menggambar Romo Mangun dari Samping Kanan” Beliau terlahir dalam sebuah keluarga yang sederhana di kota Magelang, Jawa Tengah.  Akibat cacat yang dideritanya, lelaki yang akrab dipanggil Bintoro ini sempat menghabiskan 8 tahun masa hidupnya hanya dengan tergulai di kasur serta mendapatkan perawatan dari kedua orang tuannya.
                Pada suatu ketika, beliau mendapatkan sebuah jawaban dari segala permohonannya kepada Tuhan untuk bisa berjalan. Di usia beliau yang hampir menginjak 9 tahun, rumah Bintoro kedatangan seorang biarawan asal Belanda yang tinggal di Ambarawa, Jawa Tengah. Melihat kondisi Bintoro, sang biarawan membawa Bintoro ke rumah sakit di kota Solo. Melalui sang biarawan tersebut, Bintoro dapat menjalani operasi kaki hingga 6 kali. Semua biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalankan operasi, ditanggung sepenuhnya oleh sang biarawan. Dua tahun setelah menjalani operasi, akhirnya Bintoro dapat mulai berjalan dengan menggunakan tongkat.
                Setelah mampu berjalan menggunakan tongkat, Bintoro memutuskan untuk menetap sementara di kota solo. Beliau menjalani pendidikan di Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh, Solo. Pendidikan yang ditawarkan dari rehabilitasi ini adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kekurangan bagi para penyandang cacat. Lulusan dari Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh, Solo disetarakan dengan lulusan dari sekolah dasar.
                Ado Bintoro, tinggal di tempat rehabilitasi hingga usia 17 tahun. Seharusnya, beliau tidak diperbolehkan tinggal disana pada usia 17 tahun dikarenakan pada usia tersebut merupakan usia mandiri. Namun beliau tak kehabisan akal, beliau menghabiska waktu dari pagi hari hingga sore hari di terminal untuk nongkrong sebelum akhirnya kembali menyelinap di malam hari ke dalam tempat rehabilitasi. Kehidupan keras di terminal membentuk kepribadian beliau menjadi keras pula. Beliau menjadi tidak menghargai kehidupan nya dan selalu nekat dalam menghadapi tantangan hidup. Hal ini membuat beliau disegani di terminal dan dapat memperoleh makanan dengan mudah di terminal.
                Kehidupan keras di terminal tak lantas membuat hidup Bintoro menjadi selalu buruk. Beliau menemukan dua orang malaikat yang mengubah cara pikir beliau. Beliau bertemu dengan Bapak Abidin dan istrinya. Kedua orang tersebut menasihati Bintoro untuk meninggalkan kehidupan terminal dan menawarkan modal untuk menjual rokok. Nasihat kedua orang tersebut, benar – benar masuk ke dalam hati Bintoro. Akhirnya Bintoro memutuskan kembali kerumah orangtuanya yang telah pindah ke kota Yogyakarta. Setelah sampai di kota Yogya, beliau bertemu dengan Romo Mangun.
                Romo Mangun adalah sosok yang sangat menginspirasi Ado Bintoro. Saat pertama kali bertemu dengan Romo Mangung, beliau menanyakan kepada Bintoro mengenai kemampuan yang dimilikinya  sebagai modal untuk bekerja. Bintoro yang merupakan penyandang cacat, saat itu sangatlah tersinggung dengan pertanyaan itu. Ternyata Romo Mangun memang selalu menanyakan hal seperti itu untuk menguji ketabahan dan semangat seseorang. Akhirnya beliau diterima bekerja sebagai karyawan Dinamika Edukasi Dasar(DED) oleh Romo Mangun dan tinggal di rumah Romo Mangun selam 2 tahun.
                Sejak bekerja di DED, Ado Bintoro mendapatkan pergaulan yang lebih positif. Beliau bertemu dengan beberapa orang yang mulai mengubah kepribadiannya menjadi lebih baik. Untuk bekerja di DED, beliau harus berjuang menempuh jarak 5 KM dari rumahnya. Namun ketabahan dan tekat bulat yang ditanamkan beliau untuk mengabdi pada DED, khususnya pada Romo Mangun telah mengalahkan segalanya. DED telah menawarkan pemberian atas sebuah motor roda tiga untuk beliau, namun hal itu ditolak beliau. Beliau memilih untuk tetap menaiki kursi roda kesayanganya. Melalui semangat dan dukungan dari rekan di DED, beliau akhirnya sukses menulis sebuah buku berjudul “Menggambar Romo Mangun dari Sisi Kanan” yang terbit di tahun 2012. Melalui buku ini, kita dapat menapak kilas kisah hidup beliau secara lebih detil dan dapat lebih banyak belajar mengenai semangat hidup. Buku yang benar – benar menginspirasi banyak orang untuk tetap semangat dalam menjalani hidup dan selalu berpikir positif dalam hidup ini. (Hernando)

Sumber : Kompas, Sabtu,8 Februari 2014.hal 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar